23 April 2008

Kita Bukan Siapa-Siapa

Beberapa hari yg lalu aku pindah kamar kost, dari yg sebelumnya di lantai 1 naik ke lantai 2. Meskipun barang-barangnya tidak seberapa ternyata cukup berat juga memindahkannya. Dengan alasan tidak mau merepotkan teman-teman yg lain, barang-barang yg tidak seberapa itu pun aku angkut sedikit demi sedikit setiap pulang kantor. Memindahkan rak buku dan isinya, tidak ada masalah, masih bisa kutangani sendiri. Memindahkan televisi plus raknya, masih tidak ada masalah, begitu pun barang-barang kecil yg lain. Tapi ketika tiba giliran mengangkat tempat tidur dan lemari pakaian aku mulai kewalahan. Sebesar apa pun aku berusaha tetap saja aku kesulitan memindahkan sendiri barang sebesar itu. Untung lah aku memiliki teman-teman yg baik hati yg langsung membantuku ketika melihat aku kesulitan tanpa harus diminta. Ah, ternyata hidup ini memang tidak bisa sendirian. Sebesar apa pun usaha kita untuk mengerjakan semuanya sendiri tetap saja kita membutuhkan keberadaan orang lain.

Flash back
sejenak ke masa beberapa bulan yg lalu. Waktu itu aku pulang kantor sehabis lembur. Dengan percaya diri kupacu sepeda motorku menanjak di perbukitan dekat kantor. Baru beberapa menit berjalan tiba-tiba ban motorku slip. Aku hampir saja terjatuh. Setelah kuperiksa ternyata rantainya putus. Dengan berbekal pengetahun yg sangat minim tentang sepeda motor aku coba mengutak-atik menggunakan peralatan seadanya. Peluh mulai bercucuran. Tangan mulai kotor belepotan bekas pelumas rantai. Kulit pun mulai bentol digigit nyamuk yg bermunculan dari rimbunnya pepohonan di kiri-kanan jalan. Tapi hasilnya nihil. Bukannya bagus, kerusakannya malah bertambah parah, rem jadi ikut rusak karena kesalahan pemasangan. Setelah hampir satu jam mengutak-atik tanpa hasil dan waktu yg semakin mendekati maghrib, akhirnya kutelfon salah seorang teman yg mau berbaik hati memberiku tumpangan pulang. Ah, ternyata hidup ini memang tidak bisa sendirian. Sebesar apa pun usaha kita untuk mengerjakan semuanya sendiri tetap saja kita membutuhkan keberadaan orang lain.

Keesokan harinya dengan diantar oleh teman yg baik hati itu akhirnya motorku ditarik ke bengkel. Butuh waktu sekitar satu jam untuk mengutak-atik motor itu hingga bisa digunakan kembali. Kalau sebelumnya aku selalu ‘mengeluh’ dengan biaya bengkel yg menurutku mahal, mulai saat itu aku berusaha untuk menghilangkan pikiran itu. Rasanya mereka memang wajar meminta bayaran yg sedikit lebih mahal karena aku sudah pernah merasakan betapa beratnya memperbaiki sendiri sepeda motorku. Ah, ternyata hidup ini memang tidak bisa sendirian. Sebesar apa pun usaha kita menyelesaikan semuanya sendiri, tetap saja kita adalah makhluk lemah yg memiliki keterbatasan yg membutuhkan keberadaan orang lain.

Benarlah kiranya ketika ada yg menyebutkan bahwa manusia itu selain sebagai individu juga adalah makhluk sosial, makhluk yg tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan keberadaan orang lain. Sejak kita lahir kita butuh orang-orang di lingkungan terdekat kita (baca : keluarga) untuk membantu mengajarkan berbagai macam keterampilan. Kemudian seiring pertambahan usia, kita pun beranjak ke lingkungan yg lebih luas dan mulai membutuhkan keberadaan teman, sahabat, dan manusia lain untuk berinteraksi.

Sebanyak apa pun harta yg kita miliki kita akan tetap butuh orang lain. Paling tidak kita butuh tukang cukur ketika rambut kita sudah terasa mengganggu penampilan, karena sangat sulit membayangkan harus memotong rambut sendiri. Membayangkannya saja sudah sulit apalagi melakukannya. Paling tidak kita butuh tukang tambal ban ketika ban mobil mewah kita tertusuk paku di jalan. Paling tidak kita butuh tukang jahit untuk menyiapkan baju-baju bagus yg akan kita kenakan. Paling tidak kita butuh petani untuk menyediakan bahan pangan yg akan kita konsumsi. Paling tidak kita butuh ini, butuh itu, ah banyak sekali yg kita butuhkan. Bayangkan kalau semuanya harus kita lakoni sendiri. Dan, yg harus diingat adalah status KAYA itu ada karena adanya orang MISKIN.

Setinggi apa pun jabatan yg kita duduki kita akan tetap butuh orang lain. Paling tidak kita butuh cleaning service untuk membersihkan meja, mengepel lantai, dan menyiapkan konsumsi kita. Paling tidak kita membutuhkan staf untuk membantu membuat konsep surat-menyurat, foto copy ini, foto copy itu, dan seabrek pekerjaan lainnya. Bayangkan kalau semua itu harus kita lakoni sendiri. Dan, yg perlu diingat adalah status ATASAN itu ada karena adanya BAWAHAN.

Karena itu alangkah keterlaluannya kalau ada orang yg merasa superior dan tidak membutuhkan keberadaan orang lain. Padahal, tanpa orang lain kita ini bukan lah siapa-siapa.

ps. bahkan cicak ini pun butuh cicak lain. ups, jangan dianggap pornografi ya!! :)


terusin baca yuk!

10 April 2008

Cerita dari Bandung

Dalam rangka pernikahan seorang teman, Asep Nurwanda, weekend kemarin aku berangkat ke Bandung. Maunya sih dari Batam langsung ke Bandung, tapi berhubung penerbangan ke Bandung tidak ada yg sore akhirnya mampir dulu ke Jakarta dan lanjut ke Bandung dengan jasa travel, Safa Tour, bersama dua orang teman dari Jakarta, Ahmad dan Yudhien. Ini pertama kalinya aku ke Bandung dengan menggunakan travel. Dulu aku lebih memilih kereta api karena aku pikir lebih nyaman, tapi ternyata naik travel tidak kalah nyaman, tempat duduknya lega, full AC, plus penumpang yg hanya beberapa orang sehingga tidak perlu duduk berdesak-desakan. Sangat berbanding terbalik dengan L300 yg aku tumpangi pas main ke Puncak bareng Mba Novi dan Iza :D

Perjalanan ke Bandung lewat tol Cipularang lumayan lancar. Tapi begitu memasuki wilayah Bandung kami disambut dengan gerimis dan macet yg luar biasa. Akibatnya kami tiba di lokasi resepsi pas acaranya sudah selesai. Lihat saja di foto, pengantin sudah berganti pakaian. Kami menjadi tamu terakhir yg datang. Buat Asep dan Widya, selamat ya atas pernikahan kalian. Semoga langgeng dan mampu mewujudkan keluarga yg sakinah mawaddah wa rohmah. Maaf aku datangnya telat. Titip doa ya semoga aku bisa menyusul :D

Bandung Indah Plasa (BIP). Dari lokasi resepsi di daerah Margahayu Raya kami menuju ke BIP untuk bertemu seorang teman, Fitri, yg sudah berjam-jam menunggu kami di sana. Maaf ya Fit lagi-lagi kami ngaret. Ngomong-ngomong tentang BIP sebenarnya tidak jauh berbeda dengan plaza-plaza lain yg ada di Jakarta atau pun di kota lain. Yang membuat BIP spesial hanya karena BIP merupakan salah satu mall tertua di Kota Bandung. Kami hanya berjalan-jalan sebentar di BIP sebelum akhirnya pindah ke Hoka-Hoka Bento yg lokasinya hampir berhadapan dengan BIP. Rasa kangen akan menu hokben yg tidak ada di Batam pun sedikit terobati.

Paris Van Java Mall (PVJ Mall). Ketika keluar dari Hokben jarum jam sudah menunjuk ke angka 9 lewat beberapa menit. Niat untuk balik ke Jakarta terpaksa dibatalkan karena travel terakhir berangkat tepat jam 9. Kami pun menlanjutkan acara jalan-jalan. Tujuan kami selanjutnya adalah PVJ Mall, sebuah pusat perbelanjaan high class yg menawarkan konsep yg cukup unik. Kalau dilihat sekilas mall ini tidak terlalu besar karena yg berada di atas permukaan tanah hanya satu lantai dan selebihnya berada di bawah tanah. Di lantai paling atas tampak banyak gerai makanan, mulai dari restoran cepat saji sampai café yg semuanya dijejali pengunjung yg umumnya berumur belasan sampai 30-an. Jika kita melangkahkan kaki agak ke dalam akan ditemukan areal pedestrian yg terbuka sehingga kita merasa seolah-olah berjalan di antara bangunan pertokoan, bukan di dalam sebuah mall. Di sini kita akan menemukan sejumlah gerai yg menawarkan aneka pakaian bermerk terkenal, parfum, body shop, dll. Turun satu lantai ke bawah kita akan menemukan gramedia dengan koleksi buku yg cukup lengkap dan juga gerai-gerai lain yg menjual aneka macam pernak-pernik. Turun ke lantai paling bawah ada Carrefour dan beberapa gerai makanan siap saji. Buat yg hobby nonton di sana juga ada Blitz Mega Plex dengan 9 studio. Sayang sekali film yg sedang diputar di sana sebagian sudah kami tonton, sementara film lainnya rasanya kurang menarik. Kami hanya menyaksikan pertunjukan band di halaman Blitz Mega Plex yg letaknya di lantai parkir atas. Untuk sekedar berjalan-jalan atau mencari hiburan PVJ Mall ini cocok dijadikan alternatif. Tapi untuk belanja rasanya aku harus berpikir puluhan kali mengingat standar harganya yg cukup tinggi.

foto kanan : Ahmad, Wahyu, Fitri, Yudhien (kecapean muter-muter di Ciwalk)

Cihampelas Walk (Ciwalk). Batal nonton di Blitz, si Ahmad mengajak kami untuk ‘melatih olah vokal’ di NAV Karaoke Keluarga yg lokasinya berada di Ciwalk. Ciwalk ini hampir sama dengan PVJ, mall dengan konsep open air yg mengkombinasikan pusat perbelanjaan dengan suasana alam yg menyegarkan. Bangunan utamanya berupa mall berlantai tiga yg sebelah kiri-kanannya berupa area pedestrian yg dilengkapi dengan taman. Baik area sebelah kanan (Young Street) maupun area sebelah kiri (Broadway) semuanya dipenuhi banyak gerai yg menyedikan beraneka macam produk, mulai dari fashion, makanan, hingga hiburan. Sangat komplit. Acara ke NAV harus kami batalkan karena antrian yg begitu panjang. Maklum, waktu itu malam minggu sehingga banyak anak muda yg menghabiskan malam panjangnya di sana. Tepat di sebelah NAV kebetulan ada XXI Studio. Kami pun pindah ke sana. Tapi lagi-lagi batal nonton karena film yg ditayangkan sebagian besar sudah kami tonton, selebihnya kurang menarik atau jam tayangnya yg tidak tepat.

Surabi Imut Enhaii. Dari Ciwalk, teman Ahmad yg datang belakangan Uci dan Nanda mengajak kami untuk menikmati penganan khas Sunda di Surabi Imut Enhaii. Kami pun langsung meluncur ke sana. Dari luar kedainya tampak sangat sederhana. Tapi ketika melangkah masuk ternyata pengunjungnya –yg kebanyakan anak muda– luar biasa ramai. Karena itu untuk mendapatkan pesanan harus rela menunggu cukup lama. Surabi Enhaii ini tidak hanya menawarkan surabi dengan bahan dasar oncom, tetapi juga beragam variasi lain seperti keju, coklat, pisang, telur, sosis, dll. Setelah dicobain ternyata rasanya tidak sesederhana kedainya. Penantian selama bermenit-menit pun rasanya terbayar dengan enaknya rasa surabi yg disajikan hangat-hangat. Harganya? Cukup murah, berkisar antara Rp. 2.500,- s.d. Rp. 7.500,- Selain surabi, di kedai ini juga tersedia jenis makanan lain seperti colenak, omelet, pisang bakar, dll. Kapan-kapan main ke Bandung jangan lupa mampir ke sana ya. Alamatnya di Jl. Setiabudhi No. 186 Bandung.

MQ Guest House. Karena sudah tengah malam, kami memutuskan untuk mencari penginapan untuk beristirahat. Berhubung kostan Fitri terletak di dekat Kompleks Daarut Tauhid-nya Aa Gym, kami pun mencari penginapan di daerah sana. Kebetulan MQ Guest House yg masih termasuk bagian dari Daarut Tauhid menawarkan diskon 40% sehingga kami pun tergiur untuk menginap di sana. Guest house ini sangat nyaman. Meskipun kamarnya tidak terlalu besar, tetapi fasilitasnya cukup lengkap seperti umumnya fasilitas yg ada di hotel-hotel. Tempat tidurnya pun cukup unik karena dibuat bergaya lesehan. Di salah satu sudut kamar tersedia Al-Qur’an plus sajadah, sesuatu yg belum pernah ditemukan di hotel lain. Sayang kami tidak bisa menikmati breakfast atau free coffee/tea-nya karena pagi-pagi sekali kami sudah harus meninggalkan guest house.

Lapangan Gasibu. Aku sering mendengar nama lapangan ini disebutkan di televisi, terutama ketika ada acara pertunjukan musik yg live dari Bandung. Menurut keterangan Fitri, lapangan ini biasanya digunakan untuk upacara, olahraga, atau ketika ada event-event tertentu saja. Tetapi di Hari Minggu Lapangan Gasibu dan ruas jalan di sekitarnya berubah menjadi pasar dadakan. Sama seperti Hari Minggu kemarin, ratusan orang tampak memenuhi pasar dadakan yg menyediakan beraneka macam keperluan seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, dll. dengan harga yg cukup murah. Bagi yg sekedar ingin mencari sarapan di tempat ini pun banyak warung tenda yg menyediakan aneka makanan seperti kupat tahu, lontong kari, bubur ayam, nasi kuning, dll. Macet? Sudah pasti mengingat sebagian ruas jalan digunakan untuk berjualan dan lalu-lalang para pengunjung.

Kiri : Lapangan Gasibu ; Kanan : Gedung Sate

Gedung Sate. Tepat di seberang Lapangan Gasibu berdiri Gedung Sate yg merupakan gedung pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat. Gedung ini dari jauh tampak berdiri kokoh dan anggun. Sayang sekali kemarin pintu gerbangnya ditutup sehingga kami tidak bisa masuk dan melihat-lihat apa saja yg ada di dalamnya. Padahal seandainya bisa masuk mungkin banyak hal yg bisa diketahui mengenai gedung ini, termasuk kenapa dinamakan Gedung Sate. Aku hanya bisa menebak-nebak mungkin karena ornamen tusuk sate yg terdapat di menaranya sehingga gedung ini disebut Gedung Sate. Nanti lah kalau ada kesempatan main ke Bandung lagi mudah-mudahan bisa masuk ke gedung yg menjadi kebanggaan warga Jawa Barat ini.

Hari semakin siang pertanda harus segera kembali ke Jakarta. Tiket travel yg semula berangkat pkl. 10.00 wib harus dibatalkan dan diganti dengan pemberangkatan pkl. 11.00 wib karena ternyata ada pesanan teman yg belum aku beli, Brownies Kukus Amanda dan Molen Kartikasari. Alhamdulillah, ketemu juga Brokus dan Molennya berkat bantuan Fitri yg mau berbaik hati mengantarkan kami kesana kemari. Thanks banget buat Fitri yg sudah mau menjadi guide kami kemarin. Terima kasih juga buat Ahmad dan Yudhien yg sudah mau menemani jalan-jalan. Sampai ketemu di acara jalan-jalan berikutnya :)

ps. Maaf foto-fotonya belum lengkap, masih nunggu kiriman foto dari Jakarta.


terusin baca yuk!

01 April 2008

Aroma Makassar di Batam

Weekend kemarin diajak teman jalan-jalan ke pantai. Awalnya sempat bingung mau ke pantai yg mana dikarenakan Batam memiliki banyak pantai yg cantik. Setelah melalui diskusi kecil akhirnya diputuskan untuk jalan ke Pantai Nongsa yg terletak di bagian timur laut Pulau Batam. Hanya butuh waktu sekitar 45 menit untuk mencapai Kawasan Nongsa dari kostan kami di Daerah Tiban. Nongsa menjadi daerah tujuan wisata tidak hanya untuk wisatawan domestik, tetapi juga untuk wisatawan asing, terutama dari Singapura karena lokasinya memang berhadapan langsung dengan Singapura, apalagi di daerah ini juga terdapat Nongsapura Ferry Terminal yg memudahkan penyeberangan laut Batam - Singapura. Untuk penginapan tidak perlu khawatir karena di daerah ini bertebaran resort dan hotel, seperti Turi Beach Hotel, Batam View, Nongsa Point Marina, dll. Selain itu juga terdapat lapangan golf, fasilitas olah raga air, maupun rumah makan yg langsung menghadap ke laut. Sayang sekali keindahan pantai itu hanya bisa dinikmati melalui fasilitas hotel atau resort karena pantai rakyat yg disediakan untuk umum malah terkesan kurang terawat dengan fasilitas seadanya.

Karena tidak menemukan lokasi yg enak buat nongkrong plus cuaca yg super panas akhirnya kami memutuskan untuk mencari lokasi lain. Kami pun mengarahkan mobil ke Batam Center. Niatnya mau main ke Coastarina, sebuah kompleks perumahan elit yg dikelilingi oleh laut yg konon disulap menjadi tempat wisata oleh warga Batam. Sebelum sampai di Coastarina, kami mampir dulu buat makan karena perut yg sudah keroncongan minta diisi. Pilihan pun akhirnya jatuh ke rumah makan khas Makassar yg terletak di Batam Center. Meskipun temanku yg lain bukan orang Sulawesi –Jawa, Banjar, Ambon– tapi semuanya pernah tinggal di Makassar sehingga masakan khas Makassar bukan sesuatu yg asing buat mereka, bahkan mereka pun doyan dengan masakan Makassar.

Nah, ini nih beberapa menu yg kami pesan kemarin :

Coto Makassar. Ini menu utamanya. Terbuat dari irisan daging plus jeroan sapi (hati, usus, termasuk lidah) yg dimasak dengan aneka macam bumbu dengan rasanya yg sangat khas. Konon Coto Makassar dahulu dibuat dengan menggunakan 40 macam rempah-rempah yg tidak hanya berfungsi sebagai penyedap masakan, tetapi juga berfungsi sebagai penawar zat-zat kurang baik yg terdapat di dalam jeroan sapi. Rasanya enak. Harganya pun cukup murah. Kita hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp. 12.500,- per porsi. Kalau di kota asalnya, Makassar, makanan ini biasanya dihidangkan dengan menggunakan mangkuk berukuran sangat kecil, sehingga sekali makan bisa menghabiskan dua sampai tiga mangkuk. Tetapi di kota lain seperti Jakarta dan Batam, mangkuknya menggunakan mangkuk ukuran normal, sehingga satu mangkuk pun cukup mengenyangkan.

Kalau yg ini pasti semua sudah tau. Ya, namanya ketupat. Biasanya Coto Makassar dihidangkan bersama ketupat atau burasa. Bedanya, ketupat dibuat dari beras yg masih mentah yg dimasukkan ke dalam kemasan yg terbuat dari daun kelapa yg masih muda, sedangkan burasa dibuat dari nasi setengah matang yg dicampur santan dan dibungkus daun pisang. Tampilannya sih lebih bagus ketupat, tapi dari segi rasa burasa lebih enak.

Nah, kalau kedua gambar berikut adalah makanan penutup. Yang pertama namanya Es Pisang Ijo. Disebut pisang ijo karena terbuat dari pisang yg dibungkus tepung terigu berwarna hijau. Warna hijau-nya muncul tidak dari zat pewarna makanan, tetapi dari air daun pandan yg dicampur santan yg tidak hanya berfungsi memberikan warna tetapi juga sekaligus memberikan aroma yg khas. Disajikan dengan menggunakan sejenis saos putih yg mirip bubur sumsum yg rasanya manis. Ditambah sedikit sirup plus es serut membuat rasanya enak dan segar. Harganya? Cukup murah, satu porsi hanya dihargai Rp. 7.500,-.

Yang kedua namanya Es Pallubutung. Jenis makanan ini masih saudara sepupu dengan Es Pisang Ijo. Bedanya, kalau es pisang ijo dibungkus tepung terigu berwarna hijau, es pallubutung dibiarkan ‘telanjang’ tanpa pembungkus apa pun. Hanya terbuat dari potongan-potongan pisang yg sudah direbus yg disajikan dengan saos putih plus sirup dan es serut. Rasanya tidak kalah enak dibandingkan dengan es pisang ijo. Harganya pun sama dengan es pisang ijo.

Foto Kanan (ki-ka) : Dasroel (Makassar), Yose (Banjar), Arief (Jogja), Agustu (Ambon)

Rasanya cukup ya laporan jalan-jalan kali ini. Bagi warga Batam yg ingin mencoba masakan khas Makassar tinggal mampir aja ke Rumah Makan Aroma Makassar yg terletak di Kompleks Masakan Khas Daerah No. 19 Batam Center. Selain jenis makanan di atas, di sana pun tersedia jenis masakan lain yg diolah dari bahan dasar ikan, udang, cumi, kepiting, dll. Tapi, kalau mau kesana jangan lupa ngajak aku ya :D

Ups, jadi lupa cerita tentang Coastarina. Setelah makan kami pun lanjut ke Coastarina yg sayang sekali ketika kami tiba di sana ternyata tutup. Kami hanya bisa nongkrong sejenak di jalan menuju ke sana yg pada sore hari ramai pengunjung, baik yg sekedar ingin jalan-jalan, berolah raga (jogging atau bersepeda), belajar nyetir, berjualan makanan dan minuman, atau bahkan banyak juga yg pacaran sambil menikmati sunset. Kami tidak berlama-lama di sana karena kesulitan mendapatkan tempat untuk Sholat Ashar. Tujuan selanjutnya adalah Mega Mall yg lokasinya tidak terlalu jauh dari Coastarina. Di sana kami numpang sholat dan membeli beberapa keperluan. Niat awalnya jalan-jalan ke pantai malah berakhir di mall. Ujung-ujungnya mall juga. Gara-gara Batam kebanyakan mall nih :D


terusin baca yuk!